Mimpi Malam Jani




Perlahan Jani membuka mata ketika suara alarm dari ponselnya tak berhenti berbunyi sebelum gambar berbentuk lonceng itu disentuh. Barulah dia akan diam. Jani termenung sejenak memikirkan mimpi malam tadi. Bukan mimpi bertemu hantu tapi mimpi.

Astaga, Jani terperanjak dan meraba gigi-giginya. Ternyata masih utuh. Untung saja cuma mimpi, Jani batal jadi ompong.
***


"Itu firasat Jan. Masa kamu nggak ngerti sih?" seru Tiara saat Jani menceritakan mimpinya di pelataran kampus.

"Firasat apa?"

Si Tiara teman satu kampusnya ini memang suka bersikap seolah cenayang yang tahu segalanya, bahkan dia suka menawarkan diri untuk membaca telapak tangan teman-teman di kelas mereka, meski prediksinya luar biasa salah.

"Firasat kalau ada keluargamu yang akan meninggal," ujar Tiara dengan melebarkan matanya yang membikin Jani bergidik ngeri.

"Ngaco kamu."

"Nggak percaya. Nih, baca!"

Tiara menyodorkan sebuah buku kecil yang di sampulnya bertuliskan, 'Tafsir 1001 Mimpi'. Jani tidak terlalu heran Tiara memiliki benda aneh seperti ini, minggu lalu dia malah membawa kartu tarot ke kampus dan berkata bahwa dia bisa membaca masa depan lewat kartunya.

Jani membuka buku yang diberikan Tiara dan membaca salah satu firasat mimpi yang kebetulan mirip dengan mimpinya semalam.

"Astaghfirullah," bisik Jani.

"Ibu kamu lagi sakit kan, Jan?"

Jani melirik ke arah Tiara beberapa detik sebelum akhirnya mereka sama-sama berteriak.

"TIDAK."


Jani buru-buru mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi rumah. Tapi tidak ada jawaban hingga panggilan itu diulang tiga kali. Wajahnya mulai berubah pucat pasi dan keringat dingin membanjiri keningnya.

"Coba telepon yang lain, saudara atau siapa gitu," Tiara mengusulkan. Tiba-tiba dia jadi diserang rasa bersalah ketika melihat Jani tampak cemas dan gelisah.

"Om Agus," Jani teringat salah satu adik dari Ibu yang kebetulan tinggal di sebelah rumahnya.

Beruntung kali ini Om Agus langsung mengangkat teleponnya.

"Halo. Assalamualaikum Om Agus, Ibu mana ya? Dari tadi Jani telepon kok nggak diangkat," Jani langsung melontarkan pertanyaan begitu terdengar suara 'halo' dari seberang.

"Ibu kamu kan sudah pergi Jan, tadi pagi."

Seketika ponsel yang menempel di telinga kirinya terjatuh ke tanah. Beberapa kali Tiara memanggil hingga menggoyang-goyangkan tubuh Jani. Tapi Jani tetap tidak bereaksi. Tubuhnya kaku, bibirnya terbuka membentuk huruf 'O'.
***


Jani kembali ke tampat kostnya dengan langkah gontai. Bahkan saat motor tukang ojek yang ditumpanginya sudah berhenti tepat di depan tempat kost, Jani masih duduk dengan tubuh kaku dan tatapan mata kosong yang membuatnya ditegur oleh tukang ojek langganannya.

Saat berjalan menaiki tangga menuju kamar kost yang berada di lantai dua. Jani terkejut melihat pintu kamarnya terbuka. Dia bertanya dalam hati. Apakah tadi pagi dia lupa menutup pintu? Tapi rasanya sebelum berangkat dia selalu menutup pintu dan jendela rapat-rapat.

Jangan-jangan ada maling?

Jani cepat-cepat masuk ke dalam kamar kostnya dan mendapati seorang wanita yang hanya bisa dia lihat dari punggungnya terbungkus kain serba putih suci duduk tumak nina di lantai sebelah tempat tidurnya. Jani terdiam beberapa saat sebelum bibirnya berhasil mengucapkan kata.

"Ibu."

Sosok itu berbalik dan tersenyum ke arah Jani.

"Sudah pulang, Nduk?"

Jani masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mimpi ataukah nyata. Tapi kata Om Agus Ibu sudah pergi.

"Ini beneran Ibu?"

"Iya lah, Nduk. Memangnya siapa lagi. Ibu sengaja datang ke sini tidak memberitahumu. Kamu jarang pulang dan hubungi Ibu sih, jadi Ibu nekad saja. Untungnya begitu sampai ibu kost mu mau ngasih kunci kamar. Jadi Ibu bisa masuk dan langsung shalat. Kamu sudah shalat? Sudah makan? Pasti belum? Kebiasaan kamu itu suka telat makan."

Benar dia Ibu. Cerewetnya keluar. Batin Jani dalam hati.

"Ibu," Jani masuk ke kamarnya dan berlutut memeluk pangkuan Ibu.

"Kamu kenapa kok, nangis?" tanya Ibu mendengar isak tertahan Jani.



Ibu hanya tertawa geli mendengar cerita Jani tentang mimpinya juga saat melihat buku tafsir mimpi milik Tiara ditambah ketika di telepon Om Agus mengatakan Ibu telah pergi.

"Nduk, kamu tahu kenapa kamu mimpi seperti itu?"

Jani menggeleng sambil mengusap matanya. Masih bersimpuh di pangkuan Ibu.

"Itu tandanya Gusti Allah menegur kamu. Coba ingat kapan terakhir kamu telepon Ibu cuma untuk tanya kabar!"

Jani ingat memang sudah cukup lama dia tidak menghubungi Ibu jika Ibu tidak menghubunginya lebih dulu dengan berbagai alasan. Sibuk kuliah, tugas menumpuk, lelah atau bahkan malas dengar ceramah Ibu yang menurutnya sangat membosankan. Ibunya memang cerewet.

"Maafkan Jani, Bu."

Jani kembali menangis dalam pelukan ibu.

"Setiap mimpi memang terkadang merupakan sebuah firasat tapi ada baiknya untuk tidak terlalu percaya. Ambil sisi positifnya. Barangkali Gusti Allah sedang menegurmu, kalau tidak begini mana mungkin kamu ingat sama Ibu."

Ibunya kembali ceramah seperti biasa, huft.

"Aku sayang ibu."


Tulisan ini diikut sertakan dalam Give Away spesial untuk Ibu, yang diselenggarakan oleh: Hari Ibu, Tahun Keempat, dan Sebuah Bentuk Terima Kasih


10 comments:

  1. Ibu telah pergi,dikira......

    Tapi ternyata......

    Sungguh luar biasa ceritanya Mbak Anggi 👍

    ReplyDelete
  2. Saya pikir tadi ibu benar-benar pergi dipanggil illah, ternyata pergi ketempat putrinya. Sungguh cerita penuh hikmah, secerewet apapun ibu sebagai anak harus tetap menghargainya.

    Kok saya juga jadi ingat bahwa sudah 2 minggu nggak tlp pulang. hehe

    ReplyDelete
  3. Yep, terkadang mimpi memang bisa jadi sebuah petunjuk darinya. Tapi alangkah baiknya bila kita cermati, antara petunjuk dengan bunga tidur, hehehe...
    selamat malam

    ReplyDelete
  4. Oh berarti kalau mimpi ompong karena jarang kontak ibu, hehe

    ReplyDelete
  5. Mimpi giginya ompong /lepas, dalam tafsir mimpi biasnya mengatakan "akan ada sanak sodara yang akan sakit atau meninggal.

    Ini sipembuat cerpen kayanya suka primbon deh....
    Coba ramalin aku gantengkan :v

    ReplyDelete
  6. haha, ibu sudah pergi menemuimu, karena kamu jarang menemui ibumu

    huh! om Agus kalau ngomong yg jelas

    ReplyDelete
  7. Saat Om Agus bilang 'Ibu sudah pergi', aku kira arti mimpi yg diceritain teman Jani iti menjadi kenyataan.

    Ah... Aku jadi ingat ibuku di kampung. Hikz....
    Udah lama juga aku nggak tlp adikku untuk berbicara sama ibu.

    ReplyDelete
  8. Udah deg-degan banget asli bacanya. Soalnya saya suka sensitif soal kematian. Woalah, ternyata nge-twist. Syukurlah. :')

    Makasih udah ikutan ya, Nggi! :D

    ReplyDelete

Apa pendapatmu tentang artikel di atas? Jangan lupa tinggalkan jejak!