Inside



Lampu, gelap, lampu, gelap. Dia bisa melihat bayangan wajahnya dari pantulan kaca mobil yang dinaiki saat waktu sudah menunjukkan hampir dini hari. Tak ada satu pun orang berlalu lalang, mungkin hanya ada satu atau dua warung yang masih buka dan di situ pun tak ditemukan tanda-tanda kehidupan. Mungkin pemiliknya sudah terlelap atau sedang menikmati film tengah malam.

Kehidupan. Dia menarik napas panjang.

Ketika memikirkan kata kehidupan Dia jadi teringat akan dirinya sendiri. Masih hidupkah Dia hingga kini? Atau tubuh yang terdiri dari tulang terbungkus kulit ini sebenarnya telah mati. Telah hilang jiwanya entah pergi atau lenyap begitu saja.

Setiap hari hanya berjalan mengikuti kata hati. Dari satu tempat ke tempat lain. Lebih jelasnya lagi dari rumah satu ke rumah lain. Rumah rumah yang mau menampungnya, memberikan tempat berteduh sementara, kalau beruntung Dia akan ditawari makan juga .

Rumah mana saja asalkan terbuka maka Dia akan masuk tanpa tahu malu. Karena Dia sendiri sudah tidak memiliki rumah.

Rumahnya kini bagai neraka. Panas api aktif yang siap membakar siapapun yang ada di dalamnya termasuk Dia. Tak ada kenyamanan, ketentraman dan slogan "rumahku adalah istanaku" hanyalah lelucon belaka bagi Dia.

"Mau berhenti di mana lo?" teriak Bang Bono memecahkan keheningan.

"Jalan biasa aja Bang, depan pertigaan."

 "Yakin berhenti di situ? Itu kan jalan sepi banget. Emang nyawa lo ada banyak ya," kelakarnya sambil membangunkan Gugun yang tertidur di bangku paling depan saat mobil yang mereka naiki berhenti di depan pertigaan.

Sambil menguap Gugun turun dari mobil untuk menggeser kursinya dan membiarkan Dia keluar dari mobil, "Kagak ikutan sama kita aja lo? Udah malem gini mau ngelayap kemana lagi?" Gugun bertanya masih dengan mata setengah terbuka membuat anting kecil di alisnya berkelip lebih terang dari biasanya.

"Kagak Gun, gue masih ada urusan."

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Gugun masuk ke dalam mobil dan kemudian melaju meninggalkan Dia beridiri di tengah kegelapan sendiri.

Dia menyebrangi jalan kemudian masuk ke dalam sebuah gang sempit dan terdapat beberapa pemuda dan pria dewasa sedang main catur, ada yang main gitar sambil makan kacang. Warga setempat yang ronda tiap malam, rutin setiap ke sini Dia selalu menemui mereka.

"Mau kemana Neng? Sini aja sama abang yuk!" goda salah satu pemuda.

Tapi Dia hanya mengacuhkan mereka dan terus berjalan menyusuri gang kecil, gelap dan becek. 

Dalam hal mengacuhkan seseorang Dia memang ahlinya. Mungkin bakat ini diturunkan oleh sang Ibu yang  selalu sukses mengacuhkan Dia hampir separuh hidupnya.

Dia sudah tidak peduli apa yang orang lain katakan tentang dirinya, tentang bagaimana hidupnya. Nyaris tidak pernah di rumah, pergi pagi dan pulang dini hari. Berkeliaran tengah malam sendiri dan bergaul dengan dua musisi gagal seperti Bang Bono dan Gugun yang berpenampilan berantakan.

Minggu lalu Dia disebut pelacur oleh tetangganya dan kemarin ada yang mengatakan jika Dia merupakan pengguna bahkan pengedar narkoba. Apapun yang dikatakan orang lain terhadap dirinya, Dia sudah lama tidak mempedulikannya lagi.

"Assalamualaikum...." dengan perlahan Dia mengetuk sebuah pintu rumah berwarna biru.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki dan pintu pun terbuka, "Dia," seru wanita yang Dia kenal sebagai Bu Rini. "Tengah malam begini kamu dari mana? Sengaja ke sini? Kamu baru pulang kerja ya? Apa kerja jadi pelayan kafe begitu berat nak? Lihat tubuhmu makin kurus saja. Ayo masuk, Ibu buatkan teh hangat dan indomie dulu yuk."

Dia tersenyum simpul mendapati Bu Rini yang selalu cerewet saat bertemu dengannya. Baterai wanita ini memang tak ada habisnya.

"Nggak usah Bu, sudah malam. Dia cuma mau menitipkan ini buat adik-adik," Dia menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat lalu bergegas pergi meninggalkan Rumah Panti Asuhan Kasih Bunda.


The End


Banyuwangi, 1 November 2018
 

6 comments:

  1. Kalau dari jalan ceritanya doi adalah salah satu wanita cuek dan sudah kebal terhadap perkataan apa pun terhadap dirinya.

    Yang terpenting baginya bisa beramal tanpa harus menonjolkannya pada siapa pun..!

    ReplyDelete
  2. Setiap orang berbeda-beda dalam hal penilaian. Bagus sekali ternyata Dia ini acuh tentang komentar2 buruk orang lain, dan nggak menghentikan langkahnya untuk berbuat baik.
    Semangat terus kak anggi❤

    ReplyDelete

Apa pendapatmu tentang artikel di atas? Jangan lupa tinggalkan jejak!